#BeraniLebih Diam

" Diam adalah emas", pepatah ini sangat menohok buatku akhir-akhir ini. Sebagai wanita punya mulut dua, bisa dikatakan aku ini orangnya sangat ceriwis bin nyinyir. Dikit-dikit aku komentari. Seakan-akan dirikulah yang paling baik dan tak pernah salah. Terkadang apa yang aku komentari itu hal yang tak penting, dan mungkin bagi orang lain menyakitkan hatinya.:(
Contohnya, saat saya pergi ke kondangan tetangga ada yang memakai perhiasan dari ujung  kepala sampai ujung kaki. Maka aku pun langsung berbisik ke suami, " Apa nggak takut dirampok ya. Itu kalungnya mengingatkanku pada kalung "Pleki " :)

Maksud hati sih cuman bercandaan saja, tapi suamiku selalu mengingatkan awas lho ya geting nyanding.Maksudnya jangan terlalu benci sesuatu nanti apa yang aku benci bisa jadi aku melakukannya pada dirimu sendiri.

Hingga satu saat aku diingatkan suami dan seorang sahabat," Mulutmu mbok ya agak direm dikit. "
Ah apa yang salah dengan ucapanku, apa yang aku lakukan seperti apa adanya kok.  dan aku merasa tak bersalah. Kenapa aku harus ngerem mulutku? tanyaku dalam hati.

Suamiku pun dengan guyonananya menimpali kalau nggak bisa ngerem apa perlu dilakban? ujarnya sambil tersenyum.
"Mulut memang terkadang perlu disekolahkan kali ya Mas.Biar tahu sopan santun dalam berkomentar, biar tak menyakiti hati orang lain."Ujarku kemudian.

Berapa banyak hati orang lain yang sudah tersakiti karena kenyinyiranku  Adanya warning dari suami seakan sinyal tingkahku sudah berlebihan. Mulai dari hal inilah aku instrospeksi diriku sendiri, jika ada yang curhat maupun ada hal yang tak sesuai di otak pikiranku, aku hanya memberikan sebuah senyuman dan tak berani komentari akan polah tingkah seseorang. Paling hanya beristighfar.

Kutekan egoku bahwa setiap orang pasti punya kelemahan dan kelebihan. Janganlah terlalu melihat kekurangan seseorang tapi lihatlah kelebihannya . Berdamailah aku dengan segala kekurangan orang  lain. Aku pun pasti mempunyai kekurangan. Karena manusia tak ada yang sempurna. Mungkin kekurangan orang lain itu sebagai pelengkap dari kelebihan yang dia punyai. Hidup ini memang berwarna namun lebih bermakna jika kita lebih berani diam dan mengurangi kelebihan bicara untuk menyakiti hati orang lain.

Berani lebih diam ternyata bagiku membutuhkan suatu proses panjang. Selalu saja mulut ini gatal ingin nyinyir kembali, beristighfarlah akhirnya yang kulakukan berulang-ulang,pelan-pelan aku mulai bisa "no comment". Dan ternyata dengan diam ini hatiku lebih tenang, dan damai.

FB : Tatit Ujiani
Twitter : @TatitUjiani

Tulisan ini diikutsertakan dalam : Kompetisi Tulisan Pendek #BeraniLebih di Blog

10 comments:

  1. Sep sep.... diam itu emas, nnati nek akeh emase ojok lali bagi2 yo mbak yuuu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha...aamiin smoga oleh emas akeh

      Delete
  2. terkadang memang diam itu lebih baik ya mbak^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup.walaau sesekali boleh juga kita pasang argumen :)

      Delete
  3. setuju...diam adalah emas... :)

    ReplyDelete
  4. Setuju mba, lebih baik diam dri pada ngasih komentar tpi bkin sakit yg lain :)

    ReplyDelete
  5. Diam memang diperlukan, dan bagian dari iman untuk mengalah, namun di sisi lain agama pun menyarankan bila kita sudah dalam keadaan terdesak dan dalam posisi benar dan sudah cukup sabar, wajiblah bagi kita untuk melakukan pembelaan diri yang bersifat memberikan sebuah pembelajaran.

    Kata orang tua, jangan pernah menyubit kalau tidak mau kena gampar orang mba. he,, he, he,, piss ah.....

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe...kapok ah nyubit mending raktiiir :)

      Delete