Semboja

Ketika matahari belum muncul dan menampakkan sinarnya, Semboja membawa tas kresek putih pergi ke kebun tetangga. Pelan-pelan berjingkat menutup pnu, takut membangunkan adiknya. Hari ini tas plastik ini harus penuh dengan bunga kamboja. Dihelanya napas lalu berjalan sambil bersenandung sholawat Badar.

"Pagi , Mbak" Sapa dan senyumnya selalu mengembang bila berpapasan dengan Ibu-Ibu kompleks yang sedang menyapu halaman. 
Daun dan bunga semboja berguguran, namun bunga inilah kehidupannya.

Bunga kamboja dipunguti satu per satu dan hanya mengisi setengah tas kreseknya. Ah...hanya sedikit saja hari ini. Batinnya agak kecewa. Ah seberapa pun yang Ku dapatkan harus aku syukuri. Gumam Semboja dalam hati.
Lalu Dia ambil alas bekas karung beras untk mengeringkan bunga- bunga itu di depan rumah. Dia langkahkan ke kamar tamu, diliriknya tumpukan bunga Kamboja di sudut kamar tamu. Layu dan siap dikirim ke pengepul.

Sepulang sekolah satu kantong beras kamboja kering dia angkat dengan sepeda lalu dikirimkan ke pengepul di desa sebelah.
"Ini 20.000"
Diterimanya lembaran uang itu dengan ceria kemudian Dia pulang mengayuh sepedanya dengan cepat. Saat melewati  toko alat tulis, dia berhenti dan menaruh jagang sepeda . Matanya berbinar ketika berserubuk dengan aneka pensil warna dan crayon.

Dia ingat ucapan adiknya ketika melihat iklan pensil warna di televisi.
"Pensilnya bagus Kak, buat mewarnai buku warnaku dan bisa jadi cat air tinggal mengoleskan dengan air dan kuas."

Semboja tahu arti kalimat adiknya itu. Dalam hatinya Semboja ingin membelikan Adik pensil warna dengan hasil jerih payahnya .

"Mau beli apa Dik?"
Lamunan Semboja buyar, dan dia melanjutkan perjalanannya pulang. Dimasukkannya lembaran uang ke dalam celengan jagonya.
"Lekas gemuk ya, sudah nggak sabar bikin kejutan buat Adikku."

***
 Semakin hari bunga Kamboja yang gugur di kebun tetangga berkurang. Ada beberapa cabang yang dipangkas sama pemiliknya. Semboja mencari bunga hingga ke kuburan. Bunga Kamboja ini biasanya untuk campuran parfum kata pengepul . Ketika Semboja tanya ke pengepul apa manfaat bunga kering kamboja. 

3 hari ini Ibu Semboja tidak jualan kue. Badannya panas menggigil . Semboja hanya  tinggal bertiga dengan Ibu dan adiknya. Bapaknya entah kemana. Setiap kali dia tanya ke Ibu hanya dijawab, "Bapak pergi jauh luar pulau . Tapi sebetulnya Semboja tahu, Bapak meninggal karena  penyakit paru-paru.

"Kita ke Puskesmas ya Bu?"
Ibu hanya menggeleng, namun ketika malam hari badan Ibu semakin panas.
Semboja tak ingin kehilangan Ibu, seperti dia kehilangan ayahnya. Dikompres kening Ibu dengan air dingin. Adiknya menengok Ibu ke kamar. Sambil memegang perut karena seharian belum isi nasi.

Semboja gadis berumur 11 tahun ini pergi ke dapur menyalakan kompor dan menggoreng telur dadar buat Adik. 

"Ibu harus ke Dokter, kalau Ibu sakit terus siapa yan akan mencari uang? Aku nggak mau kehilangan Ibu."

Ibu mengusap lembut rambut Semboja. Kalau diusap Ibu begini rasanya tentram, tapi bagaimanapun Ibu harus berobat. Semboja tahu, Ibu takut dengan biaya Dokter dan obat. Tapi Semboja ingat kalau Ibu mempunyai kartu sehat. Ibu akhirnya mau dibujuk ke dokter.

Dokter menyarankan Ibu dirawat inap di rumah sakit.
Dada Semboja berdegup kencang penyakit apakah yang diderita Ibu?  Semboja hanya bisa menangis ketika Dokter menanyakan dimana saudara atau Bapaknya ? Biar ada yang mengantar ke Rumah Sakit.

Semboja  mengusap air matanya , "Kami hanya hidup bertiga. Bapak nggak ada. "
Dokter yang berhati lembut dan mulia ini terenyuh ketika mendengar cerita Semboja. Dia menelpon sopir pribadinya dan minta tolong agar membawa Semboja dan Ibu ini ke rumah sakit.
Dokter pun memberikan surat pengantar. Segalanya di rumah sakit diurus oleh sopir dokter. Ibu menyuruh Semboja pulang menemani adiknya di rumah, dan menitip pesan ke sopir Pak Dokter agar menitipkan kedua anaknya ke Bu  Yuni, tetangga sebelah rumah .

Semboja tak tegameninggalkan Ibunya, kakinya terasa membawa beban barbel 10 kg. sangat berat untuk melangkah. Namun dia juga kasihan dengan Adik yang sendirian di rumah.

"Pulanglah Semboja, di sini Ibu sudah ditemani perawat, nanti kalau perlu apa-apa tinggal pencet bel saja. " Ibu berusaha tersenyum di depan Semboja.
 
Semboja mencium tangan Ibu dan berjanji akan ke rumah sakit setelah pulang sekolah.

Sampai di rumah, celengan jago dia timang seperti bayi. Haruskah isi celengan ini aku buka untuk biaya rumah sakit atau membelikan crayon dan pensil warna adiknya. 

Ah, kali ini aku harus merelakan isi celengan jago ini buat Ibu. Semboja ingin mememcah celengannya dan semua isinya akan diberikan ke Pak Dokter yang baik hati.

 Ketika Dokter datag, Semboja memberikan celengan jagonya kepada Dokter, dengan tersenyum dia mengucapkan. 
"Terima kasih Dokter, atas bantuannya." Ini sebagai gantinya diberikannya celengan jago pada Dokter."
Dokter dan Ibu hanya tersenyum melihat tingkah Semboja.

Isi celengan ini buat Semboja saja ya. Kata Ibu, Semboja ingin membelikan sesuatu buat Adikmu.
" Tapi, saya ingin membayar kebaikan Pak Dokter."
" Anak manis, kebaikan itu tak bisa dibayar engan uang. Bapak melakukannya dengan tulus. Begini saja, uang ini sudah saya terima. Tapi uang ini tolong belikan pensil warna."

"Idiiih, kok tahu kalau saya maumembelikan pensil warna buat Adik? Pasti Ibu yang cerita ya."
 
 Dokter tertarik dengan Semboja. Semboja yang selalu ceria, tak mengeluh , senyumannya selalu mengembang di bibir.
 
"Mau nggak jadi anak asuh Om? "
 Semboja hanya tersenyum ceria.

Dokter mengungkapkan keinginannya akan membantu Ibu Semboja.Pak Dokter menawarkan pekerjaan  sebagai asisten rumah tangga. 

Setelah Ibunya sehat. Ibu sekeluarga pindah di rumah Dokter. Dan kami pun dengan berat hati meninggalkan rumah kami yang penuh kenangan.Mulai besok semboja tak lagi mencari bunga kamboja.

No comments:

Post a Comment