Berkunjung Ke Kampung Kayu Tangan Heritage Malang


Berkunjung Ke Kampoeng KajoeTangan Heritage  - Kalau ke Malang, paling banter ke kampung warna Jodipan, Kampung 3 D, alun-alun dan Taman Trunojoyo depan stasiun Malang. Hari Minggu kemarin dengan keluarga Adik dan Ibu, selepas dari alun-alun Malang, Kami menuju ke Kampung Kajoe Tangan Heritage. Saya tahu tempat ini malah dari Adik saya yang domisili Jogja.

Saya mencari lokasi dari google map saja. Dari Alun-alun hanya menyebrang dari Plaza Sarinah. Menuju Toko Oen. Nah kampung Kajoe  Tangan Heritage berada dua  gang setelah Toko Oen. Menemukan  gangnya cukup mudah, karena ada plang kayu berbentuk vertikal berwarna hitam bertuliskan Sugeng Rawuh Kampoeng Kajoetangan.

Wisata di sini yang ditonjolkan adalah wisata dengan bangunan tua. Bagi yang suka arsitektur dan ingin membangun rumah dengan konsep lama, kampung ini bisa jadi rujukan.



Dari hasil googling Kampung ini dibuka sejak 22 April 2018. Sebenrnya ada beberapa pintu masuk, karena kampung ini terdiri dari 3 RW. Tapi kemarin yang terdekat lewat gang ini ya wislah. Ketika masuk membayar Rp 5000,00 per  orang. Diberi kartu pos bergambar bangunan jadul dan peta.  Harga tiket masuk masuk ini bertujuan untuk dana pengembangan dan perawatan.

 Di sini ada beberapa spot foto dan rumah dengan gaya arsitektur Belanda. Tapi ya gitu deh, kampung ini banyak gang. Walau ada  papan petunjuknya, tetep saja mbulet di sekitaran situ. Akhirnya karena sudah terlalu lelah, ada beberapa gang yang tidak Saya telusuri.

Saya hanya memutari beberapa gang  saja. Seperti di gang kali Krangkeng, menara pengontrol air.Yang menarik dari Kali Krangkeng, aliran sungai Krangkeng berada di setapak jalan yang kita lewati. Aliran sungainya terdengar dari atas ketika kita melongok di lubang besi bulat yang berada di jalan.
Sungai Krangkeng

Kelilig Gang sini mengingatkanku gaya bangunan era 70-an dan 80-an. Asyik banget dari pagar rumah yang memakai batu kecil-kecil, lalu model teralisnya juga klasik. Ada pintu salah satu rumah mengingatkanku model rumah Simbah dan rumah Ibuk.
Ada juga kursi pentil, yang  membuatku ingat kursi tamu Ibu berbentuk bulat namun sekarang sudah tak ada lagi. 

Saya juga temukan rumah model Jengki. Gaya rmah model tahun 1950-an. Modelnya dengan ujung kaki yang runcing. Atapnya tak lazim, atapnya berbentuk patahandengan beda ketinggian, serta atapnya memiliki kemiringan yang tajam. Dinding rumah jika terlihat dari depan seperti bentuk segi lima, itulah ciri khas dari rumahbergaya Jengki. Selain itu dindingnya berlapiskan batu pualam. Jendela dan pintunya lebar, menandakan kita berada di kota tropis. Jendela dan pintu lebar tentunya agar sirkulasi udaranya banyak. Tanpa menggunakan AC bila jendela dibuka lebar.
Rumah Jengki
 Ah aku ingin berlama-lama di sini karena tempatnya teduh dan asri. di depan rumah Jengki terdapat spot foto dengan sepeda tua. Dan grafiti bergambarkan jendela serta dokar dengan Pak Kusirnya.

Langkahkan kaki belok ke kiri, temukan rumah tertua bangunan Belanda 1870.Dan bangunannya masih terawat karena masih ditempati.

 Salah satu keistimewaan ketika keliling di kampung ini, semua penduduknya ramah, dan mereka sepertinya tak terganggu dengan kedatangan kita. Mereka sudah terbiasa dengan kedatangan tamu dan memotret rumahnya.
Berdasarkan peta yang terpampang di dinding pintu masuk kampung heritage ini, memiliki sekitar 25 rumah kuno yang bisa ditelusuri. Namun saya hanya menelusuri 2-3 gang saja.Saat itu Malang sudah mulai gerimis, dan kaki mulai kram ahahahaha... 
Akhirnya kembali ke Alun-alun, karena mobil diparkir di sana. Sebenarnya moobil bisa juga diparkir di halaman kantor telkom jl. Basuki Rahmat. Tapi saat itu memang momong ponakan dulu di Alun-alun baru ke kampoeng Kajoe Tangan

Suatu saat aku ingin menelusuri kampung heritage Kajoe Tangan lagi. Siapkan stamina dan minuman seblum melangkah ke sini.

1 comment:

  1. wah bu Tatit, saya ada rencana minggu besok berkunjung ke sana nih. Kayaknya memang oldschool sekali, gak sabaaaaar.

    ReplyDelete